“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”
Sahabat dunia islam, salam sejahtera untuk kita semua semoga Allah SWT memberikan selalu keberkahan untuk kita semua. Sebagai manusia yang hidup dalam bermasyarakat tentu kita selalu bersinggungan dengan orang lain. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”
Hadist di atas menunjukan bahwa Rasullullah menganjurkan umat islam selalau berbuat baik terhadap orang lain dan mahluk yang lain. Hal ini menjadi indikator bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit buat yang lainnya.
Setiap perbuatan maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Seperti kita Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)
Tentu saja manfaat dalam hadits ini sangat luas. Manfaat yang dimaksud bukan sekedar manfaat materi, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau kekayaan dengan jumlah tertentu kepada orang lain. Manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain bisa berupa :
Pertama Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum/dunia;
Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Bahkan, seseorang yang memiliki ilmu agama kemudian diajarkannya kepada orang lain dan membawa kemanfaatan bagi orang tersebut dengan datangnya hidayah kepada-Nya, maka ini adalah keberuntungan yang sangat besar, lebih besar dari unta merah yang menjadi simbol kekayaan orang Arab.
Ilmu umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya, lalu nafkah itu juga anaknya bisa sekolah, dari sekolahnya si anak bisa bekerja, menghidupi keluarganya, dan seterusnya, maka ilmu itu menjadi pahala jariyah baginya.
“Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu
yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim)
Kedua Materi (Harta/Kekayaan)
Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum mengeluarkan harta di jalan Allah itu disebut infaq. Infaq yang wajib adalah zakat. Dan yang sunnah biasa disebut shodaqah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah yang pemberian kepada orang yang paling membutuhkan.
Ketiga Tenaga/Keahlian
Bentuk kemanfaatan berikutnya adalah tenaga. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya jika ada perbaikan jalan kampung, kita bias memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid kita bisa membantu dengan tenaga kita juga. Saat ada tetangga yang kesulitan dengan masalah kelistrikan sementara kita memiliki keahlian dalam hal itu, kita juga bisa membantunya dan memberikan kemanfaatan dengan keahlian kita.
Keempat, Sikap yang baik
Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai shadaqah karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif.
Semakin banyak seseorang memberikan kelima hal di atas kepada orang lain -tentunya orang yang tepat- maka semakin tinggi tingkat kemanfaatannya bagi orang lain. Semakin tinggi kemanfaatan seseorang kepada orang lain, maka ia semakin tinggi posisinya sebagai manusia menuju “manusia terbaik”.
mari kita belajar dari penggalan kisah diceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syafii, berkata kepada kami Al-Qasim bin Hasyim As-Samsar, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Qais Adl-Dlibbi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sukain bin Siraj, berkata kepada kami Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, maka ia bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? Dan apakah amal yang paling dicintai Allah azza wa jalla?” Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain…” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir li Ath-Thabrani juz 11 hlm.84). Wallahu a’lam*
Src : Dunia Islam
Sahabat dunia islam, salam sejahtera untuk kita semua semoga Allah SWT memberikan selalu keberkahan untuk kita semua. Sebagai manusia yang hidup dalam bermasyarakat tentu kita selalu bersinggungan dengan orang lain. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat dianjurkan oleh agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”
Hadist di atas menunjukan bahwa Rasullullah menganjurkan umat islam selalau berbuat baik terhadap orang lain dan mahluk yang lain. Hal ini menjadi indikator bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit buat yang lainnya.
Setiap perbuatan maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Seperti kita Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)
Tentu saja manfaat dalam hadits ini sangat luas. Manfaat yang dimaksud bukan sekedar manfaat materi, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemberian harta atau kekayaan dengan jumlah tertentu kepada orang lain. Manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain bisa berupa :
Pertama Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum/dunia;
Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Bahkan, seseorang yang memiliki ilmu agama kemudian diajarkannya kepada orang lain dan membawa kemanfaatan bagi orang tersebut dengan datangnya hidayah kepada-Nya, maka ini adalah keberuntungan yang sangat besar, lebih besar dari unta merah yang menjadi simbol kekayaan orang Arab.
Ilmu umum yang diajarkan kepada orang lain juga merupakan bentuk kemanfaatan tersendiri. Terlebih jika dengan ilmu itu orang lain mendapatkan life skill (keterampilan hidup), lalu dengan life skill itu ia mendapatkan nafkah untuk sarana ibadah dan menafkahi keluarganya, lalu nafkah itu juga anaknya bisa sekolah, dari sekolahnya si anak bisa bekerja, menghidupi keluarganya, dan seterusnya, maka ilmu itu menjadi pahala jariyah baginya.
“Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu
yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim)
Kedua Materi (Harta/Kekayaan)
Manusia juga bisa memberikan manfaat kepada sesamanya dengan harta/kekayaan yang ia punya. Bentuknya bisa bermacam-macam. Secara umum mengeluarkan harta di jalan Allah itu disebut infaq. Infaq yang wajib adalah zakat. Dan yang sunnah biasa disebut shodaqah. Memberikan kemanfaatan harta juga bisa dengan pemberian hadiah kepada orang lain. Tentu, yang nilai kemanfaatannya lebih besar adalah yang pemberian kepada orang yang paling membutuhkan.
Ketiga Tenaga/Keahlian
Bentuk kemanfaatan berikutnya adalah tenaga. Manusia bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain dengan tenaga yang ia miliki. Misalnya jika ada perbaikan jalan kampung, kita bias memberikan kemanfaatan dengan ikut bergotong royong. Ketika ada pembangunan masjid kita bisa membantu dengan tenaga kita juga. Saat ada tetangga yang kesulitan dengan masalah kelistrikan sementara kita memiliki keahlian dalam hal itu, kita juga bisa membantunya dan memberikan kemanfaatan dengan keahlian kita.
Keempat, Sikap yang baik
Sikap yang baik kepada sesama juga termasuk kemanfaatan. Baik kemanfaatan itu terasa langsung ataupun tidak langsung. Maka Rasulullah SAW memasukkan senyum kepada orang lain sebagai shadaqah karena mengandung unsur kemanfaatan. Dengan senyum dan sikap baik kita, kita telah mendukung terciptanya lingkungan yang baik dan kondusif.
Semakin banyak seseorang memberikan kelima hal di atas kepada orang lain -tentunya orang yang tepat- maka semakin tinggi tingkat kemanfaatannya bagi orang lain. Semakin tinggi kemanfaatan seseorang kepada orang lain, maka ia semakin tinggi posisinya sebagai manusia menuju “manusia terbaik”.
mari kita belajar dari penggalan kisah diceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syafii, berkata kepada kami Al-Qasim bin Hasyim As-Samsar, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Qais Adl-Dlibbi, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Sukain bin Siraj, berkata kepada kami Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, maka ia bertanya: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah? Dan apakah amal yang paling dicintai Allah azza wa jalla?” Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain…” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir li Ath-Thabrani juz 11 hlm.84). Wallahu a’lam*
Src : Dunia Islam
0 Komentar:
Posting Komentar