26 Juni 2016

Wa Laa Taqrabuz Zina

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan Janganlah Kalian Mendekati Zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra [17]: 32).

sahabat dunia islam, Ahli tafsir Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini, bahwa Allah berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya.

Larangan mendekati zina di sini, dikatakan oleh Syaikh As-Sa’di rahimahullah lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina. Karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada perbuatan zina tersebut.

Maka, barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan zina.

Sebabnya adalah seperti di ujung ayat, bahwa sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji atau dosa besar.

Disebut perbuatan keji, kata Syaikh As-Sa’di, karena perbuatan ini dapat merusak akal sehat dan fitrah manusia yang suci. Hal ini dikarenakan perbuatan zina mengandung unsur melampaui batas terhadap hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita dan keluarganya.

Di samping itu, perbuatan zina juga mengandung kerusakan moral, tidak jelasnya nasab (keturunan), dan kerusakan-kerusakan yang lainnya yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.

Imam Ath-Thabari rahimahullah menambahkan, bahwa zina merupakan sejelek-jelek jalan, karena zina adalah jalannya orang-orang yang suka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan melanggar perintah-Nya. Maka jadilah ia sejelek-jelek jalan yang menyeret pelakunya ke dalam neraka Jahannam.”

Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang akibat perbuatan zina. Bahwasanya perbuatan tersebut adalah sejelek-jelek jalan, karena yang demikian itu dapat mengantarkan kepada kebinasaan, kehinaan, dan kerendahan di dunia serta mengantarkan kepada adzab dan kehinaan di akhirat.


Penyebab Terjadinya Zina

Sungguh indah dan selamat serta menyelamatkan syariat Islam jika diamalkan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Terutama sekali dalam masalah perbuatan zina ini. Sehingga Allah mencegahnya (preventif) demi menjaga kebaikan semuanya.

Langkah preventif berupa mencegah adanya perantara-perantara yang dapat mengakibatkan perbuatan zina.

Islam sebagai agama kasih sayang, berusaha menutup semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan.

Adapun yang penyebab yang mengantarkan kepada zina di antaranya adalah:

Pertama, memandang wanita yang tidak halal baginya.

Penglihatan adalah nikmat Allah, yang sejatinya wajib disyukuri hamba-hambanya dengan menggunakannya untuk kebaikan.

Allah menegur di dalam ayat:

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـًٔ۬ا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَـٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَ‌ۙ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl [16]: 78).

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya, malah digunakannya indera karunia ilahi itu untuk bermaksiat kepada Allah, dengan melihat wanita-wanita yang tidak halal baginya. Terlebih di era dunia maya saat ini, melihat aurat wanita baik di media elektronik maupun majalah. Bahkan tinggal klik di handpohone pun dapat menikmatinya.

Demikian sebaliknya, wanita-wanita pun hendaknya menjaga matanya dari melihat laki-laki yang bukan mahramnya.

Karena itulah, sekali lagi dalm rangka pencegahan, maka Allah pun menyebut di dalam ayat:

Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (30) Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa] nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan [terhadap wanita] atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS An-Nur [24]: 30-31).

Allah subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Termasuk menjaga kemaluan untuk menjaganya dari: zina, homosex, lesbian dan sejenisnya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah perintah Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dari apa yang diharamkan. Maka janganlah mereka memandang kecuali kepada apa yang diperbolehkan untuk dipandangnya. Dan agar mereka menjaga pandangannnya dari perkara yang diharamkan. Jika kebetulan pandangannya memandang perkara yang diharamkan tanpa disengaja, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya”.

Kalaupun yang diperbolehkan, adalah saat ta’aruf hendak lamaran (khitbah), di mana pihak laki-laki boleh melihat wajah wanita yang ingin dijadikan sebagai calon isterinya. Itupun harus disertai dengan walinya.

Kedua, menyentuh wanita yang bukan mahramnya

Menyentuh wanita yang bukan mahram dianggap sebagai perkara yang biasa dan lumrah di tengah masarakat abad modern saat ini. Berjabat tangan, bersentuhan hingga berpegangan, bergandengan tangan dianggap lumrah. Bahkan nggak modern jika berjauhan.

Padahal dari suatu sentuhan antar-kulit inilah, syaitan terus melekatkannya hingga sampai pada perbuatan zina. Na’udzubillaah.

Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengecam keras dan menggambarkannya lebih baik tertusuk jarum besi, dalam sabdanya:

لأَنْ يَطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ

Artinya: “Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR Ath-Thabarani).

Begitulah, zinanya mata memandang, zinanya lidah berbicara, zinanya tangan berpegangan, sementara zinanya hati berangan-angan dan kemaluannya membenarkannya. Seperti disebutkan di dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu:

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Artinya: “Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina akan diperoleh hal itu tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang (yang haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang (yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR Muslim).

Ketiga, berkhalwat (berduaan) 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan dalam haditsnya:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya: “Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahram) kecuali yang ketiganya adalah syaitan.” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad).

Termasuk berkhalwat (yang dilarang) adalah berkhalwat dengan sopir, seperti diuraikan di dalam Syarah Hadits Asy-Syaikh Al-’Utsaimin. Yakni jika seseorang mempunyai sopir pribadi atau berboncengan berduaan, sementara dia mempunyai isteri atau anak perempuan, tidak boleh baginya membiarkan isteri atau anak perempuannya pergi berduaan bersama si sopir, atau berboncengan, kecuali jika disertai mahramnya.

Apalagi kemudian atas nama pacaran, perkenalan, saling pendekatan, semua cara menuju zina akhirnya dilalauinya. Momen-momen akhir tahun, tahun baru, ulang tahun, hari valentin, malam minggu malam panjang, dan aneka lainnya dijadikan alasan untuk berteman dengan syaitan sang penggoda. Lalu, terjerembablah ke dalam jurang nista lagi hina. Astaghfirullaah.

Begitulah, perantara-perantara zina yang patut dihindari sebagai seorang Muslim dan Muslimah, agar tidak terhina di sisi Allah, serta agar kita tetap terjaga sebagai Muslim dan hamba Allah sesuai fitrahnya. Aamiin. (9/2/16)*

Sumber : mirajnews.com

0 Komentar: