4 Juli 2016

Hukum Khalwat menurut Islam

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam dengan membawa petunjuk dan agama yang lurus untuk mengeluarkan manusia dari keadaan yang gelap gulita kepada keadaan yang penuh dengan cahaya yang terang benderang. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus Nabi-Nya sebagai penyeru dan penyempurna akhlaq yang mulia. Dan tidak diragukan lagi bahwa di antara akhlaq yang mulia adalah adanya rasa malu, yang mana Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallammengatakan bahwa malu adalah termasuk dari cabang keimanan.

Dan secara umum kehidupan seorang muslim dan muslimah yang berpegang teguh kepada agamanya adalah kehidupan yang dibangun diatas dasar ibadah kepada Allah, menjaga kesucian diri, menjaga kemulian dan ghirah dan menjaga rasa malu.

Namum sangatlah disayangkan bahwa prinsip kehidupan tersebut banyak dilupakan atau tidak disadari oleh banyak perempuan muslimah saat ini. Corak pergaulan dan pakaian banyak perempuan saat ini adalah bentuk dari gaya jahiliyah yang dicontoh dari negeri kafir sehingga banyak dari perempuan sama sekali tidak menunjukkan ciri seorang perempuan muslimah yang penuh adab dan akhlak yang mulia dengan pakaian yang mencocoki syari’at dan menggambarkan rasa malu serta menjaga aurat sebagai hiasan perempuan sholihah yang merupakan dambaan setiap insan.

Dan yang lebih mengerikan lagi, ternyata fitnah perempuan pada zaman ini telah menimbulkan berbagai macam kerusakan, dan telah menyebabkan tersebarnya berbagai bentuk kekejian dan kemungkaran. Maka wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk saling nasehat-menasehati dan saling berwasiat dalam kebenaran untuk menjaga diri kita semua dari jurang api neraka. A’adzanallahu wa iyyaka minannar.

Berikut ini uraian tiga permasalahan diatas dengan harapan bisa mengokohkan perempuan mukminah diatas kemulian dan kehormatan dan untuk merontokkan segala slogan dan seruan para pengekor syahwat dan syaithon yang ingin menjatuhkan mereka dalam jurang kehinaan dan kenistaan. Wallahul Muwaffiq.

HUKUM KHALWAT

Pengertian Khalwat

Khalwat adalah seorang laki-laki berada bersama perempuan yang bukan mahramnya dan tidak ada orang ketiga bersamanya. (Lihat Al-Mar`atul Muslimah Baina Ijtihadil Fuqoha` wa Mumarosat Al-Muslimin hal. 111).

Khalwat adalah perkara yang diharamkan dalam agama ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil – dalil.

Diantara dalil-dali itu adalah sebagai berikut :

Satu : Hadits ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Bukhary-Muslim, Rasulullahshollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ.

“Hati-hati kalian terhadap masuk (bertemu) dengan para perempuan. Maka berkata seorang lelaki dari Anshar : “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu dengan Al-Hamwu. Beliau berkata : “Al-Hamwu adalah maut”.

Imam Muslim mengeluarkan dengan sanad yang shohih dari Al-Lais bin Sa’ad Ahli Fiqh negeri Mesirrahimahullah, Beliau berkata : “Al–Hamwu adalah saudara laki-laki suami dan yang serupa dengannya dari kerabat sang suami ; Anak paman dan yang semisalnya”.

Berkata Imam Nawawi : “Sepakat ahli bahasa bahwa makna Al–Hamwu adalah kerabat suami sang istri seperti bapaknya, Ibunya, saudara laki-lakinya, anak saudara laki-lakinya, anak pamannya dan yang semisalnya”.

Kemudian Imam An-Nawawy berkata : “Dan yang diinginkan dengan Al-Hamwu disini (dalam hadits diatas,-pent.) adalah kerabat suami selain bapak-bapaknya dan anak-anaknya. Adapun bapak-bapak dan anak-anaknya, mereka adalah mahram bagi istrinya, boleh bagi mereka ber-khalwat dengannya dan tidaklah mereka disifatkan sebagai maut”. Baca : Syarah Shohih Muslim 14/154.

Adapun sabda Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam : “Al-Hamwu adalah maut”, ada beberapa penjelasan dari para ‘ulama tentang maksudnya :
Maksudnya bahwa ber-khalwat dengan Al-Hamwu akan mengantar kepada kehancuran agama seseorang yaitu dengan terjatuhnya kedalam maksiat, atau mengantar kepada mati itu sendiri yaitu apabila ia melakukan maksiat dan mengakibatkan ia dihukm rajam, atau bisa kehancuran bagi perempuan itu sendiri yaitu ia akan diceraikan oleh suaminya bila sebab kecemburaannya.
Berkata Ath-Thobary : “Maknanya adalah seorang lelaki ber-khalwat dengan istri saudara laki-lakinya atau (istri) anak saudara laki-lakinya kedudukannya seperti kedudukan maut dan orang arab mensifatkan sesuatu yang tidak baik dengan maut”.
Ibnul ‘A’raby menerangkan bahwa orang arab kalau berkata : “Singa adalah maut” artinya berjumpa dengan singa adalah maut yaitu hati-hatilah kalian dari singa sebagaimana kalian hati-hati dari maut.
Berkata pengarang Majma’ Al-Ghora`ib : “Yaitu tidak boleh seorangpun ber-khalwat dengannya kecuali maut”.
Berkata Al-Qodhi ‘Iyadh : “Maknanya bahwa ber-khalwat dengan Al-Hamwu adalah pengantar kepada fitnah dan kebinasaan”.
Berkata Al-Qurthuby : “Maknanya bahwa masuknya kerabat suami (bertemu) dengan istrinya menyerupai maut dalam jeleknya dan rusaknya yaitu hal tersebut diharamkan (dan) dimaklumi pengharamannya”.

Lihat : Fathul Bary 9/332 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Syarah Shohih Muslim karya Imam An-Nawawy 14/154.

Dua : Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Bukhary, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam berkata :

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ امْرَأَتِيْ خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِيْ غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ فَحَجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ.

“Janganlah seorang laki-laki ber-khalwat dengan perempuan kecuali bersama mahramnya. Maka berdirilah seorang lelaki lalu berkata : “Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk haji dan saya telah terdaftar di perang ini dan ini”. Beliau berkata : “Kembalilah engkau, kemudian berhajilah bersama istrimu”.

Berkata Al – hafidz Ibnu Hajar dalam Fathur bari (4/ 32 – 87) : “Hadist ini menunjukkan pengharaman khalawat antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak semahram, dan hal ini disepakati oleh para ‘ulama dan tidak ada khilaf didalamnya”.

Tiga : Nabi shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ.

“Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan perempuan karena yang ketiga bersama mereka adalah syeitan”. (Dishohihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 430).

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 9/490 setelah tentang disyari’atkannya melihat kepada perempuan yang dipinang, beliau menjelaskan beberapa hukum yang berkaitan dengannya, diantaranya beliau berkata : “Dan tidak boleh ber-khalwat dengannya karena khalwat adalah haram dan tidak ada dalam syari’at (pembolehan) selain dari melihat karena dengan khalwat itu tidak ada jaminan tidak terjatuh ke dalam hal yang terlarang”.

Empat : Hadist Jabir yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :

أَلَا لَا يَبِيْتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ.

“Janganlah seorang laki-laki bermalam di tempat seorang janda kecuali ia telah menjadi suaminya atau sebagai mahramnya”.

Imam An-Nawawi berkata dalam Syarah Shohih Muslim (14/153) : “Hadits ini dan hadits-hadits setelahnya (menunjukkan) haramnya ber-khalwat dengan perempuan ajnabiyah (bukan mahram) dan (menunjukkan) bolehnya ber-khalwat dengan siapa yang merupakan mahramnya. Dan dua perkara ini disepakai (dikalangan para ‘ulama,-pent.)”.

Dan perlu diketahui bahwa pengharaman khalawat tersebut adalah berlaku umum, baik itu dirumah maupun diluar rumah serta tempat yang lainnya. Lihat Al-Mufashshol Fii Ahkamil Mar`ah (3/ 422).

Lima : Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallambersabda :

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ.

“Perempuan itu adalah aurat, kalau dia keluar maka dibuat agung/indah oleh syeitan”. (HR. At-Tirmidzi no. 1173 dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh Syeikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih).

0 Komentar: